Benih Pendidikan kini dan buahnya

Oleh Eddy Ngganggus

Penamaan institusi Pendidikan di Indonesia beberapa kali mengalami perubahan. Tentunya maksud dibelakang penamaan ini memiliki alasan teknis dan filosofis. Nama-nama yang pernah ada itu adalah Departemen Pengajaran, Departemen Pendidikan, Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Alasan filosofis dibalik penamaan ini mengadung makna arah Pendidikan di bawah ke mana ? Penamaan Pendidikan saja tidak cukup, namun menambahkan kebudayaan setelah kata Pendidikan ini menjadi sangat diperlukan saat pendidikan kita hari ini dikuasai oleh Teknologi Informasi secara massif yang cenderung mengabaikan budaya. Fokus Pendidikan tidak hanya pada aspek Pendidikan teknis saja tetapi juga Pendidikan etis untuk membentuk perilaku yang bermoral yang baik bagi para peserta didik.  

Kita mesti mengakui metoda dan cara belajar kita di Indonesia masih banyak yang tidak ideal. Acap kali kita terlalu peduli dengan pencapaian angka, nilai rata-rata kelas, nilai dalam arti nominal dalam arti aksara, bukan nilai dalam arti jiwa atau spirit dari sebuah pengetahuan. Misalnya lalai mengajarkan budaya antri, budaya kerja keras, budaya kerja sama, budaya sportif, budaya jujur. Value inilah fundamental dari Pendidikan yang mesti di bentuk ulang.

Beberapa saat setelah AS membom Hirosima dan Nagasaki, kaisar Hiro Hito bertanya kepada penanggungjawab Pendidikan di Jepang, berapa sisa guru yang ada sekarang ?. Di jawab ada 150 ribu. Ayo kita bangkit dengan 150 ribu yang ada , ajak Hiro Hito.

Jumlah guru yang banyak mesti diimbangi dengan kualitas value guru yang memiliki spirit bisa mempraktekan budaya antri, budaya kerja keras, budaya kerja sama, budaya jujur, budaya sportif dll nilai positip. 

Bagaimana memulainya ini ? 

1. Pemimpin mesti bisa menjadi teladan mempraktekan nilai-nilai keutamaan

2. Penerapan sanksi hukum yang adil, pasti,  dan bermanfaat terhadap pelanggar nilai-nilai keutamaan             itu

3. Menerapkan ukuran keberhasilan lulusan pendidikan secara holistic antar aspek teknis dan etis. 

Bahwa aspek teknis dan etis adalah sama mulianya, sama pentingnya. Ukuran-ukuran itu di manifestasikan dalam bentuk salary yang berbasis pada kinerja yang diukur oleh ukuran yang disebutkan tadi.

Akhirnya kesusilaan menjadi tema besar Pendidikan kita agar bisa menghasilkan, dokter yang bersusila, tentara , polis, jaksa, hakim, banker’s, dosen, pengusaha, petani, nelayan, guru, politisi, rohaniwan yang bersusila.  Sehingga kita tidak lagi berdiskusi tentang pelacur yang masih perawan ,karena hal itu selain tidak penting juga tidak logic sekaligus tidak humanis untuk kemajuan pbudaya di Indonesia. Biarkan pelacur itu mengklaim dia masih perawan. Kita terus berusaha agar tidak ada lagi pelacur di Lembaga Pendidikan kita, di Lembaga peradilan kita, tidak ada pelacur lagi dilembaga politik kita, di BUMN/BUMD kita, di rumah sakit, tidak ada pelacur lagi di tempat ibadah, dan lain-lain lembaga . 

Niscaya bila ini mulai kita praktekan dari diri kita , dari rumah , dari keluarga kita masing-masing maka perubahan kecil akan terjadi, keadaan dekadensi moral kemerosotan akhlak yang sedang kita rasakan dampaknya pada hampir seluruh societas kita saat ini, perlahan-lahan akan membaik.

Seperti keajaiban kepompong menjadi kupu-kupu, demikianlah keajaiban dekadensi moral, kemerosotan etik akan berubah menjadi kebaikan ,jika Pendidikan etis segera diintegrasikan lagi ke dalam Pendidikan teknis kita di Indonesia, tentunya disertai keteladan guru, dan penerapan sanksi atas pelanggarnya maka perubahan yang baikpun akan segera terwujud.

Mari kita mulai belajar dan mengajar, karena dengan belajar kita akan mengajar, dengan mengajar kita akan belajar.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kemalangan maupun kesenangan permanen itu ilusi

MBAH PON TAK MENGENALNYA

Di PHK , Sedih tetapi jangan Sepi