Memiminggirkan rasa takut kehilangan pekerjaan dari pada kehilangan perkenan TUHAN
Karena TUHAN masih abstrak buat saya maka saya menjumpai keberadaan TUHAN melalui manifestasinya pada pribadi di sekitar saya yang hidupnya BAIK dan BENAR . Siapa saja yang praktek hidupnya BAIK dan BENAR ,maka itulah TUHAN yang real buat saya. Memang akan subyektif saya menuju ke pribadi itu. Pembacapun tentunya bebas juga menetapkan hal serupa. Saya tidak mengarah pada personalnya tetapi pada predikatnya.
- Personal , predikat & status
Personalnya bisa si Anu , predikatnya seorang banker's, statusnya bos atau anak buah. Personalnya Si Ini , predikatnya seorang pelayan hukum, statusnya ; ada atasan , ada bawahan ada pula pegawai biasa. Ada yang status ekonominya orang kaya, ada yang status ekonominya kaum marginal.
Pada predikat dan status yang padanya selalu ada praktek nilai yang BAIK dan BENAR saya kategorikan itu sebagai “tuhan” (huruf kecil) untuk membedakan dengan “TUHAN” (huruf besar) yang berarti TUHAN yang maha kuasa. Tuhan (huruf kecil) adalah Tuhan yang berkuasa tanpa status kata “MAHA”.
Ini menjadi pintu masuk untuk merefleksi sebuah realita absurd dan ambigu dalam bathin saat menyimak fenomena tidak ideal yang ada di sekitar saat ini.
Saya mendapati realita ada orang yang berpredikat sebagai seorang banker's namun perilakunya lebih menyerupai seorang algojo. Baginya membunuh rekan kerjanya, nasabahnya, mitra bisnisnya, sesamanya (dalam arti kiasan) adalah sama wibawanya dengan mendatangkan keuntungan bagi bank yang di pimpinnya . Bahkan kadang karakter algojonya lebih dominan ketimbang tugas banker's nya. Apalagi saat ia di kritik. Naluri yang muncul sebagai reaksi , lebih dominan ingin membunuh, ketimbang berdialog, karena itu tadi perilaku algojo sudah menguasainya. Naluri seperti ini mestinya bukan naluri banker's . Naluri itu menjadi subur mungkin karena mendapat pembenaran dari yang lain di kitaran dia. Misalnya otoritas yang menjadi pengawas bank , mestinya bertugas melembutkan naluri hewan padanya menjadi naluri manusia yang humanis. Bukan malah turut serta berdiam. Sikap diam bisa bermakna membela . Atau kalaupun berpendapat malah terkesan membuat narasi yang seolah-olah tidak ada masalah . Padahal sejatinya sedang di selimuti masalah besar yang bisa mengarah ke resesi . Juga mereka yang berpredikat sebagai penegak kebenaran & keadilan. Satatus sebagai otoritas pengawas membawa tanggung jawab untuk membela yang baik dan benar atau menolak yang berbohong. Predikat selalu membawa tanggung jawab. Tanggung jawab apa ? Tanggung jawab untuk membuat terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adalah merupakan hukum tertinggi ( salus populi suprema lex esto) .
2. tuhan bankers, tuhan pelayan hukum dan TUHAN maha Kuasa
Dalam keadaan seperti ini butuh KEBERANIAN mengatakan TIDAK tanpa merasa bersalah. Mampu BERANI mengatakan TIDAK meskipun di tolak tuhan (huruf kecil). tuhan (huruf kecil) bisa menggunakan kekuasaan atau otoritasnya untuk menghukum bahkan memberhentikan atau memPHK bawahannya. Tetapi sebagai bawahan berani terima konsekuensi itu karena lebih taat pada TUHAN (huruf besar) . Taat pada KEBENARAN & KEBAIKAN adalah bentuk ketaatan pada tuhan sebagai awal mula rohmat hormat pada TUHAN.
Di akhir refeleksi ini mari kita jadikan kata-kata Ernest Hemingway sebagai pandu ; “Orang-orang terbaik memiliki perasaan akan keindahan, keberanian untuk mengambil risiko disiplin untuk mengatakan kebenaran , kemampuan untuk berkorban. Ironisnya kebajikan mereka , semakin berbuat baik semakin rentan di lukai , terkadang di hancurkan”.
Komentar
Posting Komentar