SEX SALAH SASARAN (S3) , HULU LEDAK RUSAKNYA BISNIS PERBANKAN , SEBUAH POSTULAT
Oleh Eddy Ngganggus
Naluri hewan bisa melekat pada diri manusia. Naluri apa saja itu ? Satu di antaranya adalah naluri sex sembarangan , yakni berhubungan sex tidak dengan pasangan yang sudah di sahkan secara hukum , saya sebut S3 atau Sex Salah Sasaran . Berhubungan sex dengan lebih dari satu pasangan pada dunia hewan itu normal, karena di dunia binatang tidak ada pengendali tingkah laku. Perilaku sex apa saja di dunia mereka pantas-pantas saja.
Tidak begitu dengan di entitas Perbankan , perilaku para bankersnya di tata dengan sebuah aturan yang di namai Good Corporate Governance (GCG) dalam bahasa Indonesianya bermakna tata kelola perusahaan yang baik. Penerapan GCG di perbankan terarah pada sebuah goal dasar agar dunia mereka bisa membedakan antara yang pantas dan tidak pantas, yang baik dan yang tidak baik, muara akhirnya adalah pada panduan mana yang berkatagori boleh di lakukan mana yang tidak boleh mereka lakukan. GCG sebuah kekuatan besar bila bisa di terapkan dengan baik oleh para Bankers. Mengapa ? Karena "IBU" dari kebajikan para bankers sebagiannya ada pada pedoman ini. GCG bisa memperhalus naluri kebinatangan para bankers. Pangkal dasar asumsi yang saya jadikan dalil argumentasinya adalah :
- Bankers adalah orang yang memiliki kapasitas intelek yang memadai, alasannya setidaknya tidak ada bankers yang sekonyong-konyong nyelonong masuk bekerja tanpa melalui serangkaian proses seleksi dengan ragam uji kapasitas dan kompetensi. Di pastikan mereka adalah orang-orang cerdas.
- Modal kecerdasan intelek tidak cukup, karena ada sejumlah experience , pelaku kejahatan Perbankan berpangkal dari orang yang memiliki kapasitas intelek yang baik. Rupanya tidak menjadi garansi orang yang cerdas intelektualnya akan berbanding lurus dengan kecerdasan perilakunya. Bahkan tindakan mula-mula kejahatan Perbankan kerap bersumber dari mereka yang cerdas. Kerap prakarsa perbuatan menyimpang datang dari hasil olah intelek mereka yang cerdas.
- Bankers Indonesia adalah orang berkelakuan baik dan beragama. Bukti history kelukuan baik dikeluarkan oleh otoritas yang memiliki catat rekam jejak mereka berupa Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang dulu disebut dengan surat keterangan berkelakuan baik . Syarat yang terakhir ini untuk menjamin kualitas perilakunya , bahwa mereka adalah orang-orang yang baik .
Berikut syarat paling utama menjadi seorang bankers adalah ia haruslah orang beragama. Karena orang beragama dinilai adalah orang yang takut Tuhan, takut berbuat dosa.
Pemenuhan syarat formil di atas kadang masih nampak kontra positip antara hipotesis dan simpulannya , antara harapan dan realitasnya . Masih saja nampak bankers nakal dengan intensitas, kualitas "NAKAL" yang majemuk.
Mengapa hal ini masih terjadi ?
- Karena aturan GCG hanya tiba sampai pada tataran akal saja, belum menyerap hingga tataran rasa. Relasi antar sesama entitasnya kerap selesai bila hal itu sudah sesuai dengan cerapan rasio benar-salah. Belum hingga tataran baik-buruk. Contoh seorang janda atau duda yang ngopi ( baca ngesex) dengan penjajak sex komersial bisa di pandang "benar" karena ia sudah tidak terikat pernikahan lagi dengan siapa-siapa. Namun apakah ini baik ? Tetapi jawabannya dari sisi norma ini “tidak baik/ buruk". Perbuatan benar tetapi dari sisi norma buruk/tidak baik. Apa yang tidak baik? Bila memakai referensi rohani ini masuk dalam kategori percabulan. Bila memakai referensi yudisial ini masuk dalam kategori penyakit sosial.
- Leadernya gagal menjadi panutan buat bawahannya. Yang selalu menjadi teladan (apalagi karyawan baru) adalah pemimpinnya. Karyawan akan gagal memimpin dirinya bila ia meniru style pemimpinnya yang gagal menunjukan model perilaku yang baik dan benar seturut pedoman GCG . Bila leadernya doyan sex salah sasaran ,bagaimana ia berharap agar bawahannya bisa hormat pada rekan kerja lawan jenisnya , mitra bisnis lawan jenisnya ?
- Pengendali GCG tidak sungguh-sungguh memberikan sanski kepada pelanggar GCG. Memang ini agak sulit di lakukan bila pengendalinya bukan orang yang benar-benar pelaku GCG yang bersih. Seperti pepatah tua yang berkata "sia-sia mengharapkan garis lurus dari mistar yang bengkok" Sia-sia mengharapkan penerapan GCG yang baik bila pengendali GCG adalah pelanggar GCG.
Lantas bagaimana agar penerapan GCG oleh para bankersnya bisa berjalan ? jawabannya lakukan hal yang kontra dengan 3 point penyebab bankers “NAKAL” di atas.
Saya sengaja spesifik mengangkat case sex salah sasaran karena pandangan pribadi saya saat ini sex salah sasaran cukup meresahkan di kalangan bankers. Ini deteksi dini saya, peringatan dini, agar secepatnya kembali ke pedoman GCG, sebelum terlambat . Niscaya
Komentar
Posting Komentar