Kolekte Digital


Oleh : Eddy Ngganggus

Pagi ini saya dikirimi foto dari putri saya di Surabya, saya tangkap pesan yang mau disampaikan olehnya kepada saya adalah bahwa dia telah mengikuti misa pada hari Minggu ini. Saya bersyukur ia telah menjalani kewajibannya sebagai umat Katolik yang baik,  saat yang bersamaan saya tertarik lalu mengarahkan perhatian pada foto barcode (kertas putih dengan berkas merah dan hitam) yang ada di bangku umat sebagaiman tampak pada foto berikut .


Gambar barcode pada bangku itu adalah, media pemberian derma secara digital.
Gaya memberi derma konvensional seperti yang sedang kita jalani sekarang ini bakal menjadi kenangan kita sekalian. Apa itu gaya memberi derma konvensional ? Penekanan kata Konvensional adalah pada "kelasiman". Salah satu penunjang kegiatan pastoral adalah kolekte. Jika yang lumrah dan lasim terjadi selama ini adalah derma kita ,di masukan ke dalam wadah tertentu ,ada  kotak kayu, ada juga wadah kantung kecil dari kain dan ragam bentuk lainnya yang diserahkan dalam bentuk fisik uang. Fisik uang derma selalu menjadi pemandangan lasim di setiap derma saat misa. Saat ini model transaski keuangan masyarakat kita sudah sampai pada model "cashless" . Apa itu cashless ? Cashless adalah model transaksi yang tidak menggunakan fisik uang melainkan melakukan transaski dengan menggunakan perpindahan uang yang ada pada  rekening pemberi kepada rekening penerima uang. Perpindahan uang antar rekening ini dilakukan secara virtual atau di dunia maya. Uang si penderma akan dipindahkan sejumlah yang di dermakan ke dalam rekening gereja tanpa ada kontak fisik antar penderma dan kotak derma. Umat di gereja adalah  sebuah society juga akan terimbas dengan model transaksi seperti ini.  Umat gereja akan menjadi sebuah Cashless society yakni sebutan yang merujuk pada masyarakat yang dalam bertransaksi, tidak lagi menggunakan uang fisik, melainkan melalui perpindahan informasi finansial secara digital. Dalam bertransaksi sehari-hari, masyarakat tidak menggunakan uang nyata, melainkan uang digital. Transaski ini dilakukan melalui bantuan media handphone . Di dalam handphone pemberi derma sudah terinstal aplikasi yang bisa mengatur perpindahan uang dari si pemilik rekening dalam handphone penerima derma sejumlah yang diinginkan , melalui serangkain prosedur simple pada handphone. Saat ini cara yang dilakukan adalah melalui barcode  ,yakni kode batang, kode palang, kode bilah, atau kode bar adalah suatu kumpulan data optik yang dibaca mesin. Di dalam data optik ini berisi sejumlah informasi terkait rekening si pemikik tabungan . Hanya dengan cara mengarahkan layar handphone pada barcode penerima derma (dalam hal ini rekening milik gereja) maka dalam hitungan detik sejumlah uang akan berpindah secara otomatis ke dalam rekening penerima derma. 
Model transaksi seperti ini sudah di depan mata kita dan kita tidak bisa hindari. Upaya menghindari model transaksi seperti ini justru akan membuat kita kehilangan derma, lebih jauh dari itu gereja tergilas oleh keusangan abad lampau. Lantaran kebanyakan transaksi keuangan baik berbelanja, mapun pembayaran lainnya sudah menggunkan model transaksi tanpa uang tunai tetapi secara digital. Umat yang meruapkan bagian dari komunitas ini saat inipun sudah melakukan hal serupa , transaski secara digital menggunakan barcode, mobile banking merupakan sebuah model tak terelakan.  Karena itu pengurus DPP , DPS patut mengarahkan sumber daya gerja ke teknologi digital ini. Saat ini beberapa gerja di Pulau jawa sudah mengintegrasikan model kolekte seperti ini dalam kegiatan pastoral mereka. Seperti yang saya sertakan contoh foto barcode  pada  gereja Khatedral Hati Kudus Yesus  Surabaya hari ini dimana barcode nya ditempatkan pada tiap-tiap  bangku umat, untuk melayani umat yang memberi derma dengan metoda digital. 
Tahapan pengenalan model derma secara digital sudah mesti di mulai saat ini. Program kerja DPP , DPS sudah mesti menyertakan informasi ini dalam setiap pertemuan dengan umat. Bila perlu ini ini menjadi bagian dari materi katakese umat. Mengingat perubahan model layanan kerap menimbulkan resistensi . Tidak selalu mudah mengelola resistensi umat bila mereka tidak dibekali dengan cukup infromasi yang memadai. Ini juga bisa menjadi pintu masuk untuk membiasakan umat dengan model layanan digital lain yang suatu waktu akan merambat pada model layanan pastoral yang berbasis digital. Semoga *)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kemalangan maupun kesenangan permanen itu ilusi

MBAH PON TAK MENGENALNYA

Di PHK , Sedih tetapi jangan Sepi