Saat Keresahan menjadi sumber Penghasilan

Saat Keresahan menjadi sumber Penghasilan


Oleh Eddy Ngganggus


Diksi yang agak miris dari seorang Syamsu Ma’arif, dalam sebuah komentarnya ia mengatakan “ Wasapada politik ikan lele, berbeda dengan makluk lain ,ikan lele bisa makan dengan lahap bila kolamnya keruh. Dalam keadaan kolamnya bersih, jernih  ia (ikan lele) tidak bisa makan dengan lahap “.  Sebuah alegori yang sakras. 

Konklusi akhir yang saya peroleh setelah menyimak ragam berita dari aneka media beberapa pekan akhir ini adalah ; makin sedikit di temukan jumlah “orang baik” yang ada di seputaran lingkungan hidup tempat tinggal kita  saat ini. Hal ini tampak dari semakin sedikitnya jumlah orang yang bisa menjadi pembawa jalan keluar atas aneka masalah, aneka problem yang ada dalam komunitas hidup tempat tinggal kita saat ini. Sebaliknya yang nampak banyak adalah jumlah orang yang membuat masalah , menyulut keonaran. Yang mirisnya lagi sumber keonaran lebih banyak datang dari mereka yang diharapkan dapat menjadi pembawa jalan keluar. Misalnya para pemimpin . Mereka ini orang-orang penting yang jumlahnya tidak banyak kerap menjadi sumber masalah. Mereka di katakana sebagai orang penting karena mereka dipilih, tidak seperti rakyat biasa yang keberadaannya hadir , tidak melalui proses pemilihan.  Tidak  bisa berharap banyak dari mereka . Padahal untuk bisa jadi orang penting seperti ini melalui proses seleksi , memenuhi kriteria langka, memiliki sejumlah potensi dan kapasitas tertentu sebagai sayarat untuk bisa mendatangkan manfaat buat orang banyak. Belum lagi secara finansial mereka di bayar mahal untuk tugas penting itu.  Namun keunggulan-keunggulan yang merupakan potensi itu kemudian menjadi mandul tidak berarti apa-apa untuk kemajuan bagi orang lain karena tersimpangkan dan di belokan untuk kepentingan diri sendiri. Bahkan adakalanya situasinya sengaja di buat keruh, karena dari situlah mereka bisa menarik manfaat .  

Pemimpin menjadi pembawa keresahan, pembawa masalah adalah sumber  kerawanan baru.  Sebagai pembawa jalan keluar perhatian kita di arahkan agar tabiat ini bisa segera segera di jinakan. Di jinakan dengan cara bagaimana  ? 

1. Berani menegur. Menegur pimpinan yang salah butuh keberanian. Mengapa ? Pemimpin memiliki sejumlah resources dengan nilai lebih yang besar dari mu, yang dengan kelebihan resources yang besar ini setiap saat anda dapat di depak atau di lumpuhkan hingga anda tidak dapat berkutik.

2. Haus kebenaran. Dorongan menegur ini datang dari kondisi diri yang haus akan kebenaran antara realitas penyimpangan yang terjadi terhadap harapan ideal yang mestinya di lakukan untuk sebuah kebaikan.

3. Rendah hati, Kedua dorongan di atas yakni berani dan haus kebenaran di dasarai oleh sebuah semangat rendah hati, yakni sebagai pelayan kebenaran, bukan sebagai orang yang membutuhkan pelayanan orang lain, apalagi butuh pengakuan orang lain. Bukan juga rendah diri. Perbedaan keduanya adalah pada Motif bertindak. Jika rendah hati motif bertindaknya adalah Kasih, maka pada rendah diri motif bertindaknya adalah agar bisa punya percaya diri.  

Kembali ke soal realitas saat ini dimana jumlah orang pembawa jalan keluar yang semakin sedikit maka, kitalah yang harus segera mengisi kekurangan ini . Tindakan kecil seperti menyapa orang bisa menjadi permulaan persahabatan yang tulus. Motivasi berelasi bukan untuk berkompetisi tetapi segera di ganti dengan motif ingin bersynergi , ingin kerja sama. Ini butuh pengerahan upaya. Tidak hanya sekedar hasrat dan niat yang ada dalam hati dan pikiran. Niat-niat yang selama ini ada di tataran rasa dan pikiran segera di manfiestaikan dalam aksi nyata. Hanya dengan cara itu maka jalan keluar itu tampak. Kita sungguh menjadi pembawa jalan keluar, bukan justru hanya sebagai pengusul jalan keluar, penyorak solusi apalagi justru menjadi trouble maker atau pembawa masalah.   

Orang bisa membawa jalan keluar masalah adalah orang perkasa, karena dengan kesanggupnnya meminggirkan keresahan, akan membuat solidaritss komunitas semakin kuat . 

Bersisian dengan semangat membawa jalan keluar ragam keresahan, ada saja mereka yang selalu beradaptasi  dengan belenggu keresahan, kecemasan. Karena dari belenggu yang digaulinya mereka dapat penghidupan. Miris memang keresahan menjadi sumber penghidupan. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kemalangan maupun kesenangan permanen itu ilusi

MBAH PON TAK MENGENALNYA

Di PHK , Sedih tetapi jangan Sepi